[Unpad.ac.id, 23/02/2017] Kontribusi akuakultur terhadap produksi perikanan dunia terus mengalami peningkatan. Pada tahun 1974, tercatat kontribusi akuakultur terhadap produksi perikanan dunia hanya sebesar 7%, dan angka ini terus mengalami peningkatan hingga mencapai angka 44,14% pada 2014. Indonesia sendiri merupakan produsen nomor dua terbesar akuakultur dunia, yaitu mencapai 14,3 juta ton, di bawah Tiongkok yang memproduksi sekitar 58 juta ton.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Dr. Ir. Slamet Subiyakto, M.Si., saat menjadi pembicara dalam Kuliah Umum “Membangun Sumber Daya Perikanan Budidaya yang Mampu Menjawab Tantangan Zaman” di Bale Sawala, Gedung Rektorat Unpad kampus Jatinangor, Kamis (23/02). (Foto: Artanti Hendriyana)*
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Dr. Ir. Slamet Subiyakto, M.Si., mengungkapkan, potensi akuakultur di Indonesia masih bisa terus ditingkatkan. Salah satunya adalah potensi lahan yang dimiliki Indonesia masih begitu luas dan belum sepenuhnya tergarap.
“Khusus di Indonesia, rata-rata baru termanfaatkan 7,41% saja. Kalau laut, saya kira sekitar 2%. Ini yang masih banyak harus kita manfaatkan sumber daya kelautan untuk pengembangan akuakultur,” ungkap Dr. Slamet saat menjadi salah satu pembicara pada Kuliah Umum “Membangun Sumber Daya Perikanan Budidaya yang Mampu Menjawab Tantangan Zaman” yang digelar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Unpad di Bale Sawala, Gedung Rektorat Unpad kampus Jatinangor, Kamis (23/02).
Selain itu, Indonesia juga kaya akan keanekaragaman hayati, dimana 45% spesies ikan dunia terdapat di Indonesia, termasuk potensi ikan hias dan ikan lokal. Hal ini juga menjadi salah satu potensi yang dapat terus dikembangkan.
“Ternyata ikan lokal mampu menjawab tantangan perubahan iklim. Mereka punya ketahanan terhadap curah hujan, suhu, dan lain-lain. Ini sekarang kita kembangkan, dan pada kenyataannya di beberapa tempat justru ikan-ikan lokal ini banyak diminati dan harganya cukup tinggi,” ujar Dr. Slamet.
Potensi lain, yaitu adanya daya dukung lingkungan dimana Indonesia berada di daerah tropis, sehingga tidak ada kendala berarti terkait musim. Prospek pasar dalam dan luar negeri pun terbuka lebar, selain juga adanya upaya peningkatan konsumsi ikan nasional yang ditargetkan mencapai 49,16 kg/kapita/tahun pada tahun 2019 (saat ini 41,11 kg/kapita/tahun).
Sumber daya manusia yang dimiliki Indonesia pun dinilai kompeten dan terampil. “Makanya sekarang uji kompetensi dimana-mana dilakukan, penting, karena ini disamping kita untuk menciptakan tenaga-tenaga yang kompeten juga mampu untuk berdaya saing,” ujarnya.
Dr. Slamet pun mengungkapkan bahwa ledakan jumlah penduduk dunia turut memicu peningkatan produksi perikanan. Hal tersebut terutama terjadi karena adanya peningkatan kebutuhan protein hewani, khususnya dari ikan.
“Dan tren ke depan memang masyarakat dunia memilih ikan, karena menyehatkan, dan tidak banyak mengandung penyakit atau masalah,” ujarnya.
Untuk itu, ia menekankan bahwa pembangunan budidaya perikanan haruslah memiliki pendekatan ekosistem untuk mendukung terjaminnya sumber daya yang berkelanjutan. Jika pembangunan tidak dikendalikan dengan baik, maka akan terjadi kerusakan alam, konflik sosial, dan muncul berbagai penyakit.
“Pendekatan ekosistem ini satu-satunya pendekatan yang akan kita pilih untuk menuju perikanan budidaya yang berkelanjutan,” ujarnya.
Selain Dr. Slamet Subiyakto, turut bertindak sebagai pembicara dalam acara tersebut Direktur Lembaga Sertifikasi Profesi Kelautan dan Perikanan (LSP-KP) Ir. Herry Maryuto, MMA dan Master Asesor dan Master Asesor Badan Nasional Sertifikasi Profesi, Utami Widyasih, MM. Acara dibuka oleh Dekan FPIK Unpad, Dr. Ir. Iskandar, M.Si.
Laporan oleh: Artanti Hendriyana/am
The post Pengembangan Akuakultur Indonesia Harus Terus Ditingkatkan appeared first on Universitas Padjadjaran.