[Unpad.ac.id, 29/02/2016] Aktivitas riset di Indonesia masih tertinggal jauh dengan beberapa negara di kawasan ASEAN, seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura. Berdasarkan data SCImago on Research, Indonesia menduduki rangking ke-64 dari 234 negara di dunia untuk kategori jumlah publikasi penelitian. Data tersebut menunjukkan, dari setiap 10 dosen Indonesia hanya 1 orang saja yang melakukan riset dan publikasi ilmiah.

Peneliti ICSR, Dicky Sofjan, PhD., saat menjadi narasumber di seminar Research Funding: How to Write Grant Proposal di FISIP Unpad Jatinangor (Foto oleh: Dadan T.)*
“Indonesia itu sebenarnya surganya tempat riset. Tetapi siapa yang memanfaatkan ini semua bukan orang-orang Indonesia,” kata Dicky Sofjan, S.IP., MPP., M.A., PhD., peneliti pada Indonesian Consortium for Religious Studies (ICSR) Core Doctoral Faculty and Financial Development, saat menjadi pembicara pada seminar “Research Funding: How to Write Grant Proposal” di Ruang Seminar Gedung Dekanat FISIP Unpad Kampus Jatinangor, Senin (29/02).
Dicky mengatakan, keragaman potensi yang bisa dijadikan riset ini perlu diantisipasi dengan baik oleh peneliti Indonesia. Menurutnya, persaingan pendidikan tinggi khususnya di kawasan ASEAN semakin ketat. Jika pola riset dan infrastrukturnya tetap stagnan, Dicky pesimis Indonesia mampu sejajar dengan negara ASEAN lainnya.
Salah satu infrastruktur pembangun riset yaitu pengembangan research based learning (RBL). Menurut Dicky, RBL ini sudah saatnya diterapkan pada pendidikan Pascasarjana. “Di Pascasarjana seharusnya sudah tidak lagi berdasar text book, text book itu hanya membantu untuk memberikan definisi, pengatagorisasian, dan tipologi,” jelas anggota Education Exchange Commitee (EEC) The American Indonesian Exchange Foundation (AMINEF).
Lebih lanjut Dicky mengatakan, dosen Pascasarjana harus mulai mendiseminasikan hasil penelitiannya kepada mahasiswa. Termasuk alasan mengapa penelitian tersebut dilakukan, serta implikasi teoretis yang ditemukan dosen sebagai bahan penunjang kuliah.
“Jadi kalau dosen itu yang mengajar pakai textbook, itu berarti dosen Anda tidak melakukan penelitian,” kata Dicky.
Terkait dengan tema riset, Dicky menyarankan peneliti untuk melakukan riset dengan mendobrak logika umum (counter intuitive thinking). Aktivitas ini menuntut kemampuan daya kritis peneliti untuk menganalisis suatu permasalahan bukan hanya berdasar pada beberapa sudut pandang saja. Diakuinya, riset yang menarik merupakan riset yang tidak bisa diprediksi. *
Laporan oleh: Arief Maulana / eh
The post Indonesia Surga Riset, Tapi Jumlah Peneliti Masih Sedikit appeared first on Universitas Padjadjaran.