[Unpad.ac.id,5/03/2016] Rencana inisiatif DPR untuk melakukan usulan perubahan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuai berbagai kontroversi. Para pakar menilai, revisi UU KPK sama saja dengan melemahkan peran lembaga negara sebagai pemberantas tindak pidana korupsi tersebut.

Prof. Bagir Manan saat memberikan keynote speech pada Seminar “Revisi UU KPK: Urgent-kah?” di Auditorium Gedung Perpustakaan FH Unpad, Jalan Dipati Ukur No. 35, Bandung, , Jumat (4/03). (Foto oleh: Tedi Yusup)*
Guru Besar Fakultas Hukum Unpad Prof. Dr. Bagir Manan, S.H., MCL., menilai, tindak pidana korupsi dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Untuk mencegah tipikor diperlukan pula extraordinary institution serta extraordinary procedure.
“Tidak salah bila publik menilai usul perubahan UU KPK akan melemahkan KPK, sehingga menjadikan lemahnya pemberantasan korupsi,” ujar Prof. Bagir saat memberikan keynote speech pada Seminar “Revisi UU KPK: Urgent-kah?” di Auditorium Gedung Perpustakaan FH Unpad, Jalan Dipati Ukur No. 35, Bandung, Jumat (4/03).
Dalam diskusi yang digelar Ikatan Alumni FH Unpad, hadir pembicara Anggota Komisi III DPR RI Ruhut Poltak Sitompul, S.H., Wakil Ketua PPATK Agus Santoso, S.H., LLM., Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi KPK RI Dedie A. Rachim, Akademisi FH Unpad Dr. Sigid Suseno, S.H., M.H., serta Praktisi Hukum Defrizal Djamaris, S.H.
Prof. Bagir mengatakan, kelemahan dasar usul pengubahan UU KPK yaitu ketidakmampuan para pengusul inisiatif untuk membuka secara komprehensif politik hukum di DPR. Hal ini tentunya mengindikasikan dugaan adanya agenda politik tersembunyi di balik usulan pengubahan UU tersebut.
“Kalau asumsi ini benar, tingkah laku politik semacam itu bertentangan dengan demokrasi yang selalu menuntut perubahan,” ujar mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) serta Ketua Dewan Pers tersebut.
Sebagai negara yang menjunjung tinggi demokrasi, lanjut Prof. Bagir, upaya yang seharusnya dilakukan DPR adalah melakukan pengawasan yang bersifat check and balance terhadap kinerja KPK. DPR semestinya melekat untuk mengawasi KPK. Pengawasan ini lebih terarah pada pengawasan etik, guna mencegah adanya pelanggaran moral.
Dr. Sigid menjelaskan, perubahan UU KPK sebenarnya tidak akan terjadi apabila DPR dapat memantau dengan baik kinerja KPK. Pemantauan tersebut salah satunya melihat harmonisasi koordinasi KPK dengan institusi penegak hukum lain di Indonesia.
“Kelemahan kinerja KPK itu apakah memang harus diubah Undang-undangnya atau justru harus diperkuat koordinasinya,” kata Dr. Sigid yang juga menjabat Wakil Rektor Bidang Sumber Daya dan Tata Kelola Unpad tersebut.
Dedie sendiri menilai UU KPK yang ada saat ini masih memadai untuk mendukung tugas dan fungsi KPK, sehingga usulan perubahan Undang-undang belum dibutuhkan.
“Kita lebih membutuhkan pengesahan RUU tentang mutual legalization dan RUU tentang perampasan aset ketimbang revisi UU KPK,” kata Dedie.*
Laporan oleh: Arief Maulana / eh
The post Prof. Bagir Manan, “Tak Salah Bila Publik Menilai Revisi UU KPK Akan Melemahkan KPK” appeared first on Universitas Padjadjaran.