[Unpad.ac.id, 28/08/2015] Pada periode seribu hari kehidupan, yaitu periode konsepsi (pembuahan) hingga anak berusia 2 tahun, para ahli menyebutnya dengan periode emas sekaligus kritis. Pada periode ini terjadi pertumbuhan otak yang sangat pesat. Jika tidak dimanfaatkan dengan baik akan menyebabkan terjadinya kerusakan otak yang bersifat permanen.

Prof. Dida Akhmad Gurnida, dr., Sp.A (K), M.Kes saat membacakan Orasi Ilmiah berkenaan dengan penerimaan jabatan Guru Besar bidang Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Unpad, Jumat (28/08) di Grha Sanusi Hardjadinata Unpad, Jalan Dipati Ukur No. 35, Bandung. (Foto oleh: Tedi Yusup)*
Demikian disampaikan Prof. Dr. Dida Akhmad Gurnida, dr., Sp.A(K)., M.Kes., dalam Orasi Ilmiah berkenaan dengan penerimaan jabatan Guru Besar bidang Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Unpad, Jumat (28/08) di Grha Sanusi Hardjadinata Unpad, Jalan Dipati Ukur No. 35 Bandung.
“Ibu hamil, ibu menyusui, dan bayi baru lahir sampai anak berusia 2 tahun merupakan kelompok sasaran untuk meningkatkan kualitas kehidupan di seribu hari pertama,” ujar Prof. Dida.
Kepala Klinik Pelayanan Kesehatan Unpad ini menjelaskan, otak mulai tumbuh dan berkembang sejak bayi masih dalam kandungan, tepatnya segera setelah terjadi pembuahan. Pada usia satu tahun pasca kelahiran, pertumbuhan otak telah mencapai 70% dari otak dewasa. Sebanyak 70 – 85% sel otak yang ada sudah terbentuk secara lengkap.
Pada periode ini, sel otak sangat peka terhadap lingkungannya. Otak yang tumbuh optimal akan memungkinkan pertumbuhan kecerdasan yang optimal pula. Prof. Dida menganjurkan untuk memanfaatkan secara optimal periode ini untuk meningkatkan kecerdasan anak.
Pemenuhan nutrisi pada periode ini sangat dianjurkan. Menurut Prof. Dida, nutrisi yang didapat pada awal kehidupan dapat memengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan metabolisme pada organ traktus gastrointestinal, otak, sistem saraf, sistem imun, hingga fungsi pengecapan.
Pemenuhan nutrisi juga penting diberikan kepada ibu yang mengandung. Kekurangan gizi pada ibu pada masa perikonsepsi memiliki dampak yang serius, yakni bisa mengalami ketidaksuburan (15%), keguguran (25-5-%), bayi yang dilahirkan mengalami kelainan kongenital (5%) hingga bayi mengalami pertumbuhan janin terhambat (10%).
Namun, pemenuhan nutrisi ini kerap belum terpenuhi karena deraan masalah sosial. “Permasalahan gizi, khususunya nutrisi pada 1.000 hari pertama kehidupan menjadi perhatian dunia karena masih banyak negara yang mengalami kesulitan dalam mengatasi masalah kemiskinan, kelaparan, serta keterbelakangan dan kebodohan,” ungkap Guru Besar yang lahir Bandung, 4 Juli 1958 tersebut.
Menanggapi kasus tersebut, di bawah koordinasi Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB melahirkan gerakan global Scaling up Nutition (SUN) Movement. Gerakan ini merupakan respons negara-negara di dunia terhadap kondisi status pangan dan gizi di sebagian negara berkembang.
Dalam gerakan tersebut, lanjut Prof. Dida, langkah sederhana yang sangat penting adalah pemenuhan tablet besi dan asam folat bagi wanita hamil. Langkah lainnya yaitu keharusan pemenuhan ASI eksklusif untuk bayi, pemberian vitamin A, serta perhatian akan penggunaan air, sanitasi, dan kebersihan.
“Diperkirakan 3% kematian anak dapat dicegah dengan akses penyediaan air minum yang aman, perbaikan fasilitas sanitasi, dan praktik kebersihan yang baik, terutama mencuci tangan,” kata Prof. Dida.
Orasi ilmiah berjudul “Nutrisi Seribu Hari Pertama Kehidupan Sebagai Kunci Kesehatan Masa Depan: Tantangan, Kesempatan, dan Solusi” ini dibacakan di hadapan Rektor sekaligus ketua Senat Unpad, Prof. Dr. med. Tri Hanggono Achmad, dr., para guru besar anggota Senat, Guru Besar FK Universitas Indonesia Prof. Jose Rizal Latief Batubara, dr., SpA(K), PhD., serta para tamu undangan. Prof. Dida dilantik menjadi Guru Besar pada 29 April lalu.*
Laporan oleh: Arief Maulana / eh
The post Prof. Dida Akhmad Gurnida, “Nutrisi Seribu Hari Pertama Kehidupan Sebagai Kunci Kesehatan Masa Depan” appeared first on Universitas Padjadjaran.